Sabtu, 21 Januari 2012

 Penyebab Terjadinya Gerakan Reformasi
Tahun 1998 menjadi satu catatan tersendiri dalam sejarah perubahan di Indonesia. Dilatarbelakangi krisis ekonomi yang berkepanjangan dan berlanjut menjadi krisis multi-dimensi, sebuah usaha perubahan sosial yang dimotori oleh gerakan mahasiswa yang didukung oleh kesadaran bersama dari para mahasiswaa. Momen ini kemudian berkembang menjadi suatu gerakan bersama yang menuntut perubahan dibeberapa bidang, khususnya sistem pemerintahan Pertanyaan berikutnya, bagaimana mahasiswa dapat melakukan sebuah gerakan reformasi dalam usaha perubahan sosial? Apakah dengan serta-merta gerakan mahasiswa terbangun?
Untuk menjawab pertanyaan sebelumnya, kami akan melihat perilaku kolektif mahasiswa pada masa pra hingga bergulirnya reformasi pada tahun 1998. Dalam sosiologi, perilaku kolektif adalah tindakan-tindakan yang tidak terstruktur dan spontan dimana perilaku konvensional (lama) sudah tidak dirasakan tepat atau efektif. Lebih jauh lagi, perilaku kolektif merupakan perilaku yang (1) dilakukan oleh sejumlah orang (2) tidak bersifat rutin dan (3) merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu[1].
Sejak tahun pasca tahun 1966- dimana gerakan mahasiswa berhasil menjatuhkan rejim Orde Lama-, dapat dikatakan mengalami masa stagnansi dari gerakan mahasiswa. Mahasiswa dipandang telah kehilangan kepekaaan sosial yang terjadi pada saat itu. Kondisi ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang begitu represif sehingga kondisi perpolitikan nasional menjadi alat yang efektif untuk mematikan aspirasi dan gerakan mahasiswa. Pengekangan tersebut telah membuat mahasiswa-kebanyakan-menjadi kehilangan daya kritisnya terhadap kondisi sosial yang berkembang. Menyadari bahwa perguruan tinggi dan lembaga pemerintah tidak dapat diharapkan, sebagian mahasiswa coba menciptakan ruang-ruang berkembangnya sendiri. Mereka kemudian memilih untuk melakukan aktifitas mereka diluar kampus. Selain membentuk kelompok-kelompok diskusi, mahasiswa juga membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menangani berbagai isu-isu sosial. Aksi protes mahasiswa masih berlanjut akan tetapi masih sangat sporadis dan dampaknya belum meluas, baik itu dikalangan mahasiswa maupun masyarakat umumnya dan semakin lemah sampai akhirnya menghilang akhir 1970-an.
Gairah pergerakan di kelompok mahasiwa kemudian mulai kembali pada tahun 90-an saat akumulasi berbagai permasalahan sosial makin tajam. Mereka lebih cenderung mengangkat masalah-masalah yang aktual pada saat itu, misalnya masalah kelaparan atau bencana di satu daerah dan permasalahan keseharian yang dihadapi oleh masyarakat. Akan tetapi, pola yang digunakan tidak berubah; masih sporadis dan dilakukan dalam kampus. Pada awalnya tidak semuanya mahasiswa tersebut tergerak untuk menanggapi masalah sosial yang muncul. Dalam melihat fenomena ini, Ricardi melakukan pembagian lima kelompok mahasiwa dalam merespon kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya yang ada di masyarakat. Pertama adalah kelompok idealis konfrontatif, dimana mahasiwa tersebut aktif dalam perjuangannya menentang pemerintah melalui aksi demonstrasi. Kedua, kelompok idealis realistis adalah mahasiwa yang memilih koperatif dalam perjuangannya menentang pemerintah. Ketiga, kelompok opportunis adalah mahasiswa yang cenderung mendukung pemerintah yang berkuasa. Keempat adalah kelompok profesional, yang lebih berorientasi pada belajar atau kuliah. Terakhir adalah kelompok rekreatif yang berorientasi pada gaya hdup yang glamour.
Lalu bagaimana kelompok-kelompok mahasiswa tersebut dapat bergerak dalam menggulirkan sebuah perubahan sosial di Indonesia? Menurut Ricardi, pada masa itu muncul conscience collective, kesadaran bersama dimana mahasiswa merupakan satu kelompok yang harus bersatu padu. Dalam kondisi perilaku kolektif, terdapat kesadaran kolektif dimana sentimen dan ide-ide yang tadinya dimiliki oleh sekelompok mahasiswa yang menyebar dengan begitu cepat sehingga menjadi milik mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya. Kekecewaan dan ketidakpuasan mahasiswa terhadap pemerintah disambut oleh masyarakat yang menjadi korban dari sistem yang ada. Aksi dari mahasiswa kemudian direspon oleh masyarakat melalui secara sukarela memberikan bantuan kepada para mahasiswa yang sedang mengadakan demonstrasi.
Neil Smelser memberikan pendekatan yang lebih komprehensif dalam munculnya perilaku kolektif. Menurutnya, ada enam syarat pra-kondisi yang harus terjadi; struktural (structural conducivenes), ketegangan struktural (structural strain), kemunculan dan penyebaran pandangan, faktor pemercepat (precipitating factors), Mobilisasi tindakan (mobilization for action), dan pelaksanaan kontrol sosial (operation of social control). Dalam konteks gerakan mahasiswa di Indonesia, keenam syarat itu terpenuhi; pertama kondisi sosial masyarakat saat itu yang mendukung aksi-aksi mahasiswa, kedua adanya kesamaan rasa tertindas oleh pemerintah, ketiga penyebaran serta gagasan dengan landasan kebenaran, hak asasi manusia dan rakyat sebagai dasar perjuangan , keempat adanya faktor pemicu dengan gugurnya mahasiswa Universitas Trisakti yang kemudian berlanjut pada peristiwa lainnya , kelima adanya usaha mobilisasi aksi dengan berbagai elemen masyarakat dan terakhir adalah adanya tekanan dari negara atau bentuk kontrol sosial lainnya yang berusaha menggagalkan/menggangu proses perubahan.
Gerakan mahasiswa pada tahun 1998-tepatnya bulan Mei-cenderung pada perilaku kerumunan aksi dimana aksi demonstrasi mereka lakukan secara terus menerus dengan mengandalkan mobilisasi massa demi tujuan bersama. Menurut Blumer, perilaku kerumunan yang bertindak dimana mereka mempunyai perhatian dan kegiatan yang ditujukan pada beberapa target atau objektif. Tuntutan gerakan mahasiswa sendiri pada pasca kejatuhan rejim Orde Baru cenderung pada perubahan sistem politik dan struktur pemerintahan. Melihat pemaparan diatas serta landasan teori yang kami gunakan diatas, jelas bahwa gerakan mahasiswa pada tahun 1998 adalah satu proses reformasi dalam perubahan sosial. Reformasi sendiri menurut Kornblum, gerakan yang hanya bertujuan untuk mengubah sebagian institusi dan nilai. Lebih jauh lagi, gerakan ini merupakan upaya untuk memajukan masyarakat tanpa banyak mengubah struktur dasarnya. Gerakan semacam ini biasanya muncul di negara-negara yang demokratis. Pada bab berikutnya, saya akan mengemukakan pengaruh dan pandangan dari luar negeri terhadap perubahan sosial di Indonesia
Pergantian kepemimpinan nasional di Indonesia pada tahun 1998 terjadi melalui gebrakan dahsyat yang di kenal dengan gerakan reformasi. Gebrakan ini merupakan ledakan kekuatan mahasiswa dan rakyat, sejarah mencatat bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) republik Indonesia, telah mengambil keputusan atas nama rakyat. Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di kawasan asia yang mengalami tiga era besar, yaitu ;
1.      Era revolusi kemerdekaan,
2.      Era pembangunan nasional, dan
3.      Era reformasi, yang sedang diukir oleh generasi ketiga sekarang
Era revolusi kemerdekaan, memberikan hasil perjuangan berupa tegaknya negara dan bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, dan berdaulat, sebagai modal utama mengadakan nation and character building. Era pembangunan nasional, disamping mencatat prestasi yang meritorius, juga harus memikul segala noda dan dosa sejarah dalam proses pembangunan. Gerkan yang mencoba menemukan platfrom yang pas, gerak dan gulirnya banyak diwarnai oleh kemaruk (euphoria) orang yang memanfaatkan kebebasan dan manifestasinya merupakan hasil dari era reformasi. Posisi mahasiswa merupakan sebagai kekuatan yang dianggap mampu untuk menyampaikan keinginan rakyat terhadap pejabat-pejabat pemerintah, aksi-aksi turun kejalan merupakan perjuangan yang takan terhenti oleh barisan kendaraan lapis baja untuk satu tujuan reformasi. Aksi-aksi gerakan mahasiswa dan rakyat Indonesia meletus dan menimbulkan guncangan seperti terjadi gempa dahsyat. [2]Saya melihat bahwa yang menjadi sasaran pokoknya adalah, keinginan utnuk merombak dan tekad untuk menata kembali kekuasaan orde masa lalu (agient regime), yang bertumpu pada suatu tatanan, suatu orde, suatu sistem, yang mempunyai :
1.      Power Basis, yang terutama didukung oleh Angkatan Bersenjata (ABRI) atau TNI dan kaum birokrat;
2.      Power Structure, yang terkristalissasi pada golkar, yang boleh dikatakan sebagai single-track railroad pembangunan nasional, dengan backbone berupa kekuatan ABRI dan birokrasi itu tadi, dan didudukanya Presiden pada apex kekuasaan;
3.      Power Play, dengan perangai kekuasaan yang kemudian berkembang menjadi otokratis, yang mudah tergelincir menjadi represif dan pada gilirannya menyuburkan KKN (korupsi, kulusi dan nepotisme).
Gerakan mahasiswa 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999. Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa[3].
Kelahiran gerakan mahasiswa 1998 merupakan kepanjangan dari momentum situasi politik yang bergolak sejak dari tahun 1990, kemudian berseklarasi hingga puncaknya tahun 1998. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia merupakan salah satu pemicu terjadinya gerakan mahasiswa reformasi, krisis ini berawal dari tahun 1997 dimana nilai rupiah terhadap dolar AS melemah sehingga memicu krisis ekonomi yang bersekala nasional. Pada pertengahan 1997, situasi ekonomi Indonesia mulai goyah tertimpa badai krisis moneter yang menghebat. Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia, disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir, harga gas, minyak, dan komoditas ekspor lainnya semakin jatuh[4]. Sebelum terjadinya krisis multidimensional yang memuncak sejak pertengahan tahun 1997, keadaan perekonomian Indonesia relatif cukup baik. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang semula Rp. 2.400,- menjadi sekitar Rp. 15.000,-. Perubahan kondisi makroekonomi akibat krisis ini sangat drastis terlihat pada ketersediaan cdangan devisa yang terus merosot dari 20,3 miliar dolar AS pada Juni 1997 menjadi sekitar 14 miliyar dolar AS pada pertengahan 1998. Selain terjadi krisis ekonomi pemerintah juga direpotkan dan di kejutkan dengan wabah demam berdarah yang menyebar, dan dikabarkan 12 provinsi diserang demam berdarah. Ada 16.500 orang yang diserang dengan korban meninggal mendekati anggka 500 jiwa, terbanyak terjadi di Jakarta terutama bulan April 1998[5]. Bulan-bulan malapetaka beruntun datang, pemerintah tanpa tidak berdaya untuk berbuat sesuatu yang menentramkan masyrakat. Keadaan ini yang menyungut api pergerakan mahasiswa untuk menriakan reformasi di Indonesia.
Gerakan reformasi 1998 di Indonesia tidak terlepas dari kepeloporan mahasiswa dan kaum intelektual terdidik. Gerakan mereka diawali dari gerakan-gerakan keprihatinan yang menempatkannya sebagai gerakan moral di kampus-kampus. Tradisi mahasiswa berunjuk rasa dengan mimbar bebas di kampus-kampus, ternyata disambut secara positif oleh segenap elemen sivitas akademika di dalamnya. Suara mahasiswa semakin nyaring hingga berhasil mentranformasikan gerakannya dalam kerangka student movement ke social movement. Gerakan mahasiswa berhasil membangun opini strategis dan menjadi milik masyarakat secara luas yang mendambakan terciptanya reformasi di Indonesia. Mahasiswa merupakan kelompok elit terdidik, yang tingkat partisipasinya dibandingkan dengan seluruh komposisi penduduk mencapai 10,6 % persen pada trahun 1995 (data BPS 1996). Dari sini tampak, walaupun secara kuantitatif mereka tergolong kecil, namun ternyata secara kualitatif mampu menjadi lokomotif bagi kesadaran semua pihak untuk melancarkan tuntutan reformasi.dalam fase-fase sejarahnya, mahasiswa Indonesia memang diakui memiliki kepeloporan bagi gerak maju sejarah, yakni perubahan bangsa.


[1]  Isu-isu gerakan mahasiswa, WWW.isu-isupergerakanmahasiswa.com Catatan: Tulisan ini dibuat oleh penulis sebagai makalah tugas kuliah di STF Driyarkara

1 Tjuk Atmadi, Reformasi Kita. (Jakarta, Balai Pustaka. 2009) hal 31,
[4] Dodi rudianto, gerakan mahasiswa dalam prespektif perubahan politik nasional
[5] S. Sinansari Ecip, Kronologi Situasi Penggulingan Soeharto

1 komentar: